Contents
|
|
Al-Fatihah
di Belakang Imam, Mengikuti, Membaca, atau Menyimak Saja? |
|
|
Publikasi: 13/05/2004 15:35 WIB
Assalamu'alaikum wr. wb.
Apakah makmum harus membaca sendiri bacaannya terutama surat Al-Fatihah,
sebenarnya para ulama memang berbeda pendapat. Kalau kita kumpulkan apa yang
mereka perdebatkan diberbagai literatur, maka kita bisa ringkas dan
sederhanakan menjadi sebagai berikut :
1. Makmum Membaca
pada Shalat Sirr tapi Tidak pada Shalat Jahr
Yang mengatakan demikian adalah kalangan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah. Para
ulama yang termasuk dalam dua mazhab ini mengatakan bahwa makmum harus
membaca bacaan shalat di belakang imam pada shalat yang sirr (suara imam
tidak dikeraskan) yaitu shalat zhuhur dan Ashar. Sedangkan pada shalat
jahriyah (Maghrib, Isya` Subuh, Jumat, Ied dan lain-lain), makmum tidak
membaca bacaan shalat. Namun bila pada shalat jahriyah itu makmum tidak
dapat mendengar suara bacaan imam, maka makmum wajib membaca bacaan shalat.
2. Makmum Tidak
Perlu Membaca Apapun
Sebaliknya, hal 180 derajat berbeda dikemukakan oleh kalangan ulama Al-Hanafiyah.
Mereka menyebutkan bahwa seorang makmum tidak perlu membaca apa-apabila
shalat di belakang imam, baik pada shalat jahriyah maupun shalat sirriyah.
3. Kombinasi Kedua
Pendapat di Atas
Yang menjadi penengah dari perbedaan pendapat ini adalah kalangan As-Syafi'iyah.
Menurut mereka bahwa pada shalat sirriyah, makmum membaca semua bacaan
shalatnya, sedangkan pada shalat jahriyah makmum membaca Al-Fatihah (Ummul
Kitab) saja.
Semua perbedaan ini tentu bukan asal beda atau sekedar berani beda dengan
yang lainnya. Sebab perbedaan mereka bukan semata-mata berangkat dari logika
atau khayalan semata. Sebenarnya semua berangkat dari perbedaan nash yang
ada di mana masing-masing mengantarkan kepada bentuk pemahaman yang berbeda
juga.
Dalil-dalil itu
antara lain:
a. Hadits yang berbunyi,
"Tidak ada shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah." (HR Ibnu
Hibban dan Al-Hakim dalam Mustadrak)
b. Hadits Malik dari Abi Hurairah ra bahwa,
Rasulullah SAW selesai dari shalat yang beliau mengerakan bacaannya. Lalu
beliau bertanya, "Adakah diantara kami yang ikut membaca juga tadi?".
Seorang menjawab, "Ya, saya ya Rasulullah SAW". Beliau menjawab,
"Aku berkata mengapa aku harus melawan Al-Quran?". Maka
orang-orang berhenti dari membaca bacaan shalat bila Rasulullah SAW
mengeraskan bacaan shalatnya (shalat jahriyah)." (HR Tirmizy)
c. Hadits Ubdah bin Shamit bahwa,
Rasulullah SAW shalat mengimami kami siang hari, maka bacaannya terasa
berat baginya. Ketika selesai beliau berkata, "Aku melihat kalian
membaca di belakang imam". Kami menjawab, "Ya ". Beliau
berkata, "Jangan baca apa-apa kecuali Al-Fatihah saja." (Ibnu
Abdil berkata bahwa hadits itu riwayat Makhul dan lainnya dengan isnad yang
tersambung shahih)
4. Dari Jabir dari
Rasulullah SAW berkata,
"Siapa shalat di belakang imam, maka bacaannya adalah bacaan
imam." (HR Ad-Daruquthuny dan Ibnu Abi Syaibah). Juga hadits yang
senada berikut ini, "Apabila imam membaca maka diamlah" (HR Ahmad)
Bila dilihat dari masing-masing dalil itu, nampaknya masing-masing sama kuat
walaupun hasilnya tidak sama. Dan hal ini tidak menjadi masalah manakala
memang sudah menjadi hasil ijtihad.
Namun kalau boleh memilih, nampaknya apa yang disebutkan oleh kalangan
Asy-Syafi`iyah bahwa makmum membaca Al-Fatihah sendiri setelah selesai
mendengarkan imam membaca Al-Fatihah, merupakan penggabungan (jam`) dari
beragam dalil itu.
Ini sebuah kompromi dari dalil yang berbeda. Karena ada dalil yang
memerintahkan untuk membaca Al-Fatihah saja tanpa yang lainnya. Tapi ada
juga yang memerintahkan untuk mendengarkan bacaan imam. Karena itu bacaan
al-Fatihah khusus makmum bisa dilakukan pada sedikit jeda antara amin dan
bacaan surat. Dalam hal ini, seorang imam yang bijak tidak langsung memulai
bacaan ayat al-Quran setelah 'amien'. Tapi memberi kesempatan waktu untuk
makmum membaca Al-Fatihah-nya sendiri.
|
|
|